The Unsent Love Letters

Dia menatapku, lagi. Matanya memancarkan kesedihan bahkan meskipun ia tidak meneteskan air mata. aku tau dia terluka, tapi matanya dengan mudah menjelaskan semuanya. Akhirnya aku mendekatinya, duduk berhadapan dengannya. ia hanya melihatku, tanpa bersuara sedikitpun. Dia masih terus menatapku tepat dikedua mataku. Aku berusaha mencari jawaban atas pertanyaanku sendiri; apa yang membuatnya membisu seperti ini? Lalu dia menunduk, perlahan matanya mulai membasah. Tapi dia tidak menangis. Dia hanya menunduk, dalam diamnya, dalam keheningannya. Kurasa dia sudah lelah menangis. Karena dari matanya, dia menjelaskan padaku betapa muaknya dia dengan keadaannya. Kurasa dia hanya ingin sendiri, hanya ingin menikmati kesunyian, hanya ingin berdansa dengan kesenduan, hanya ingin bernyanyi dengan keheningan. Kurasa dia masih sanggup melewati setiap babak dalam episode kehidupannya, karena jauh sebelum hari ini, dia sudah menjadi sangat kuat. Dia sudah melewati lebih banyak fase kehidupan y

if I hadn't met you that day, I wouldn't have experienced the pain and sadness and memories filled with tears, but if I hadn't met you, I would also haven't experienced that joy, excitement, preciousness, and the feeling absolute happiness. how are you now? I continue to love the vast blue sky. We are the player who play the games along time, but the different is, you always change the rules and I'll never be able to reach you close.  you've gimme so many pains, there's no difference between three years ago and today. I thought you're different, I thought we could make it last... So it's done. I'm done waiting for you. I'm done sending you texts. I'm done stalking to your soc-med. I'm done trying to find you. and I'm really done loving you.