Mulai terasa lelah aku bertahan,
semakin lama kau terdiam, semakin jauh kau beranjak. Aku masih disini, berharap
sekedar siluetmu menghampiri, berharap cinta tak lagi melukai, berharap kamu
datang mencintai. Sepenuh hati.
Dan kamu kembali hadir, menatapku dengan
mata yang kubenci. Mata yang ditutupi kacamata hitam pekat disetiap tatapannya.
Sehingga bagaimanapun aku membaca, aku hanya disadarkan dengan tipuan.
Aku terpejam. Menikmati kesenduan. Berpelukan
dengan kesunyian. Mengingatmu dulu tak seperih ini. Mengenangmu dulu tak seduka
ini. Kamu dulu begitu nyata.
Hingga aku menguatkan diri untuk
mendongak, kamu hilang. Kini kamu menjadi kepulan asap dalam imajinasiku yang
abu-abu. Samar dan terasa begitu ambigu. Terasa begitu sulit dipahami
bagaimanapun kerasnya aku mengamini.
Mencintaimu dulu tidak seperti ini.
Bersenandung dalam duka pun masih terasa merdu. Bergurau dalam kepalsuan pun
masih terasa indah. Aku mencintai segala sayatan yang kamu torehkan. Aku menikmati
segala kepalsuan yang kamu hidangkan.
Terlalu sering aku merindukan angin
yang bagaimanapun hanya mampu mendobrak keteguhanku dengan sapuannya. Hanya mampu
membawa debu yang menyamarkan pandanganku. Tanpa pernah aku sadar, angin tak
pernah sudi ku sentuh.
Dan aku tersadar, dimana aku
bertahan dan untuk apa aku bertahan. Bahwa hingga saat ini, aku masih tidak
ingin berlalu.
Comments
Post a Comment