Skip to main content

saat yang tepat untuk menyebut 'waktu'

Sunyi
Hening
Hingga tanpa suara

Ini yang aku sebut ‘sepi’
Waktu dengan sadisnya membunuh semua keramaian
Waktu dengan kejamnya menghilangkan keberadaan

Ini yang aku sebut ‘kosong’
Kebahagiaan dan keangkuhan disapu bersih waktu
Kepalsuan dan kejujuran ditelan habis waktu

Dimana harus aku sebut ‘waktu’ saat kerinduan kebiasaan telah tercampur dalam gumpalan darah?
Kapan harus aku akui ‘waktu’ saat kehadiran menjadi ketiadaan yang tidak tergantikan?
Apa karena ‘waktu’-kah aku harus menepis tamparan keras kenyataan dan menerima segala kemunafikan kebohongan yang telah dibisikan keras oleh nada kehidupan?

Jika memang ini yang disebut ‘waktu’,
Mungkinkah aku harus menjadikan kesepian dan kekosonganku sebagai angin?
Haruskah aku menjadikan kerinduan kebiasaan dan keramaian sebagai hujan?
Agar aku percaya bahwa sampai kapanpun aku takkan bisa memeluk angin
Agar aku belajar bahwa untuk mengejar hujan adalah hal yang sia-sia

Comments