Cerita ini diawali dengan prolog seperti sebuah novel yang menarik untuk dibaca. Diawali dengan senyuman saat sebuah klimaks masalah belum terselesaikan. Diawali dengan pengenalan tokoh anar satu dengan yang lainnya.
Tapi yang tidak pernah -ingin- aku ketahui adalah,
Dalam sebuah cerita pasti ditemukan beberapa hal yang aku terima. Dalam sebuah jalan pasti ada batu yang menghadang. Dalam sebuah kamuflase, terdapat segelintir resiko yang harus diambil.
Seperti halnya sebuah perpisahan. Aku pernah menonton sebuah film yang bercerita tentang perpisahan, bahwa di setiap pertemuan, pasti terdapat perpisahan yang –harus- kita hadapi. Dan kenyataannya, perpisahan adalah sebuah kesedihan yang manis. Dimana setiap air mata yang kita keluarkan tanpa sedikitpun memikirkan efisiensinya, adalah bukti betapa berharganya orang-orang itu.
Sedikitnya (atau mungkin banyak?) dari kita ga pernah menginginkannya,
P-e-r-p-i-s-a-h-a-n.
Simple, tapi berarti begitu besar. Mungkin salah satu dari kita ga sadar, tapi coba rasakan betapa terasa berbedanya seseorang dan beberapa orang yang biasanya ada bersama kita, membimbing, menuntun, mengajari dan menemani. Bahkan menjadi salah satu orang yang selalu siap kapanpun kita butuhkan, sekarang udah terpisah. Entah berapa puluh kilometer perbedaannya.
Aku tau, kita angkuh. Kita bisa mengalahkan ribuan mil jarak, kita bisa menunjukkan keberadaan kita, bahwa hubungan yang baik adalah hubungan yang ga mengenal perpisahan,
Bahwa kita percaya, seperti layaknya pertemuan, perpisahanpun gada yang abadi. Entah dimana dan kapan, aku bisa bertemu dengan kalian. Aku bisa kembali merasakan keberadaan kalian sebagai orang-orang terdekat yang pernah memberikan warna baru dalam cerita ini.
Cerita yang semula hidup, bergerak seperti film dokumenter yang berkembang tanpa aku sadari, sekarang harus ku simpan kembali dalam ruang yang jika saatnya nanti sudah bisa aku putar lagi.
Kakak-kakak, bagaimanapun kalian nanti, seperti apapun kita nanti, semuanya pasti berubah. Ga berpengaruh dengan lingkungan atau kebiasaan kita, tapi yang aku tau, kakak-kakak suatu saat nanti, kita pasti akan rindu dengan topi merah dan mars sekolah yang udah –terlalu- biasa kita nyanyiin. Kebiasaan yang semula membosankan, perlahan akan hilang dan kita rindukan.
Lalu, saat cerita ini berakhir, seperti layaknya pemutaran film pada bioskop, seperti layaknya epilog pada novel roman, cerita inipun akan ku tutup dengan beribu ucapan terimakasih dan ribuan kata lainnya yang jauh lebih bermakna lebih dari sekedar itu. Semoga kelak, cerita ini bisa aku putar lagi dalam wujud nyata. Amin.
Semoga kalian menemukan apa yang selama ini ‘hilang’ dan belum lengkap yaaaay. LOVE YOU SO MUCH lah pkonya sama angkatan kalian. See ya :’)
Sincerely, RN
Wed, 27-05-2011
Comments
Post a Comment